Refleksi
Pastoral
Oleh : Fr. Bonaventura Mario, Pr
Aku berpastoral kemasyarakatan selama 9 bulan di toko
buku murah ‘Marina’ di jl, Semarang Surabaya. Meskipun waktu pastoralku hanya
satu bulan sekali, aku mensyukuri pengalaman yang tak terlupakan ini. Karena selain
berkesan, pengalaman pastoralku ini juga mempunyai makna bagiku, yaitu sebagai
bekalku dalam menjalani panggilan sebagai seorang calon imam.
Secara umum, yang aku lakukan saat berpastoral adalah
membantu melayani pembeli, mereparasi buku-buku yang sudah rusak, menjahit isinya
buku bajakan, memilah-milah buku yang dibeli, dan ngobrol dengan karyawan dan
pembeli. Dari sekian banyak kegiatan yang kulakukan, kegiatan yang paling
berkesan bagiku adalah ngobrol dengan
karyawan dan pembeli, karena dari obrolan inilah aku memperoleh informasi,
pengetahuan, dan kisah-kisah yang bermakna bagiku. Selain itu, dengan ngobrol
aku juga bisa mempraktekkan dan memperdalam pengetahuan filsafatku, terlebih
lagi yang berkaitan dengan sosiologi dan politik.
Dari obrolanku dengan pemilik toko dan karyawan, ada beberapa
kisah yang dapat kurefleksikan. Kisah yang pertama adalah kisah penggusuran PKL
jl. Semarang. Mereka menceritakan bagaimana para petugas Satpol PP menggusur
kios-kios PKL dengan tidak berperikemanusiaan. Dari situ aku melihat keinginan
mereka untuk bertahan hidup, mempertahankan mata pencahariaan mereka demi
mencari sesuap nasi dan sepiring kebahagiaan. Ketika memperjuangkan nasibnya,
mereka tidak sendirian, namun ada campur tangan Rm. Ghani, CM yang mendampingi
dan menguatkan mereka. Pribadi Rm. Ghani begitu mereka hargai dan mereka
junjung tinggi karena kepedulian dan pengorabannya yang tidak
setengah-setengah. Pernah suatu kali beliau ditangkap polisi dan menginap
beberapa hari di penjara, demi memperjuangkan nasib mereka.
Kisah yang kedua adalah kisah perjuangan hidup salah
seorang karyawan yang dulunya adalah anak jalanan yang mengalami perbaikan
nasib ketika dididik dan dibina oleh PRD. Karyawan ini disekolahkan hingga SMA
dan diberi tempat tinggal, kemudian diberi pendidikan mengenai ketiga prinsip
filosofi mereka, yaitu sosialisme, materialisme, dan politik. Darinya, aku memperoleh kesadaran baru yaitu
pendidikan mengubah masa depan. Anak-anak jalanan yang dipandang sebelah mata,
bila dididik dan dibina, bisa menjadi orang yang mempunyai soft skill dan hard skill
yang menjadi bekal dalam menjalani hidupnya. Mereka tidak hanya berfilsafat,
berbicara mengenai hal-hal yang ideal,
tetapi juga yang membantu orang-orang yang terpinggirkan, misalnya anak
jalanan, pelacur, pengemis, orang gila, dll.
Karena aku begitu semangat dan antusias ketika
mendengarkan kisahnya, merekapun berjanji kepadaku, suatu saat nanti aku akan
diajak ke tempat-tempat dimana mereka membina para membantu dan membina para
pelacur, anak jalanan, gelandangan, dan pengemis. Aku menyambut tawaran mereka
dengan antusias, namun hingga akhir pastoral ini, janji itu belum pernah
terealisasi. Hal ini terjadi karena ada 2 faktor, yang pertama, mereka lupa
akan janjinya dan juga belum ada waktu yang pas untuk itu. Faktor yang kedua adalah
penyadaran dari Rm. Edi selaku rektor STPD yang mengingatkanku di akhir
semester I. Beliau menyarankan aku agar tidak larut dalam gerakan-gerakan
praktis seperti itu, tetapi tetap menjadi calon imam yang ketika menjadi imam
kelak, memberikan motivasi, inspirasi, pencerahan, dan peneguhan atas gerakan
mereka.
Dari berbagai hal diatas, ada beberapa nilai yang aku
dapatkan, diantaranya kekeluargaan, kepedulian, pelayanan, dan pengorbanan. Aku
memperoleh nilai kekeluargaan ini dari rasa percaya yang mereka berikan
kepadaku. Mereka mempercayaiku ketika berbagi cerita atas pengalaman-pengalaman
pribadi mereka, bahkan sampai pada hal yang privasi sekalipun. Selain itu,
mereka juga mempercayaiku dalam hal penyimpanan uang. Aku dipersilakan
memasukkan sendiri uang hasil penjualan dan dan mengambil sendiri uang
kembalian. Mereka sudah mempercayaiku dan tidak merasa khawatir sedikitpun akan
kemungkinan adanya pencurian. Menurutku, rasa percaya kepada orang lain adalah
dasar yang fundamental untuk berkomunikasi dan menjalin relasi dengan siapapun.
Saat ini saja aku sudah dipercaya banyak orang untuk mendengarkan hal-hal yang
bersifat privasi, apalagi ketika menjadi menjadi imam kelak. Aku menyimpan
semuanya itu dan menjaganya dengan rasa tanggungjawab. Menurutku, ketika kita
memberikan rasa percaya kepada orang lain, hal itu akan mengembangkan orang
yang kita percayai, dan aku merasakan hal itu.
Nilai yang dapat kupetik selanjutnya adalah kepedulian.
Aku memperolehnya ketika mendengarkan kisah gerakan PRD yang membantu orang-orang
yang terpinggirkan. Selain itu, kisah pendampingan Rm. Ghani, CM yang heroik
juga memunculkan nilai ini. Menurutku, rasa peduli yang diwujudnyatakan dalam
perbuatan yang konkret, membawa secercah cahaya harapan bagi orang-orang yang
sedang berada di tengah gelapnya permasalahan. Orang-orang yang mempunyai
kepedulian ini merupakan perpanjangan tangan Tuhan yang menyayangi umat manusia
ciptaan-Nya.
Selanjutnya, aku menyadari adanya nilai pelayanan dan
pengorbanan di dalam kegiatan pastoralku ini. Aku memang tidak sehebat Rm.
Ghani yang melayani Tuhan Yesus yang hadir didalam orang-orang terpinggirkan
itu hingga rela masuk penjara, namun aku mempunyai semangat pelayanan yang tidak
kalah besar dengan Rm. Ghani. Aku menyambut pembeli dan melayaninya hingga
keperluannya selesai. Ada kebahagiaan tersendiri ketika pembeli yang kulayani
itu merasa nyaman dengan pelayananku.
Nilai-nilai yang kutemukan diatas, mempunyai relevansi
dengan pembinaanku sebagai calon imam di STPD. Selama ini, nilai kekeluargaan,
kepedulian, pelayanan, dan pengorbanan kupraktekkan dalam kehidupan
berkomunitas dan kehidupan pastoralku. Aku mewujudnyatakannya melalui hal-hal
kecil yang kulakukan dengan setia, misalnya dalam menjalankan tugasku sebagai
koordinator koster yang mengkoordinasi dan membantu anggotaku menyiapkan dan
membereskan peralatan misa. Di dalam komunitas lantai pun demikian, bila ada
teman yang sakit dan tidak bisa makan bersama, aku segera membawakannya makanan
dan minuman.
Aku bersyukur atas pengalaman pastoral kemasyarakatan
yang telah kujalani selama ini. Semua pengalaman pastoral dan bekal yang
kudapatkan ini bagaikan puzzle yang menyusun mozaik indah di dalam bingkai
kehidupan panggilanku sebagai seorang calon imam,
0 komentar:
Posting Komentar