Sabtu, 01 Juni 2013

Refleksi Studi Bulan November 2012



Refleksi Studi Bulan November 2012

Kerja Paper : Relevansikan Teori Ke Dalam Realitas
Oleh : Fr. Bonaventura Mario

Pada bulan November ini, para dosen mulai memberikan tugas-tugas, baik itu tugas pribadi maupun kelompok sebagai bahan UAS. Tugas-tugas pribadi yang diberikan dosen salah satunya adalah  paper. Ada 4 tugas paper yang diberikan para dosen kepada kami, mahasiswa tingkat I, beberapa minggu sebelum UAS. 4 tugas paper ini belum begitu banyak bila dibandingkan dengan mahasiswa tingkat III yang hampir semua mata kuliahnya diujikan dalam bentuk tugas paper. Aku rasa hal ini sudah sebanding dengan pengetahuan yang sudah mereka dapatkan. Jika pengetahuan yang diberikan kepada kita semakin banyak dan juga semakin tinggi tingkatan kita, maka semakin banyak dan semakin tinggi pula tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepada kita.
Bulan ini aku merefleksikan proses pengerjaan paperku. Dengan mengerjakan paper,  aku berlatih untuk mendaratkan filsafat yang dikenal banyak orang sebagai ilmu yang ‘mengawang-awang’. Filsafat biasanya dikenal orang banyak sebagai ilmu yang aneh, mengawang-awang, karena mempelajari pemikiran para filsuf yang rumit, dan tidak mendarat. Aku mencoba mendaratkan, mengaplikasikan, dan merelevansikan pemikiran para filsuf kedalam realitas kehidupan saat ini.
Dengan membuat paper, aku menyangkutkan materi-materi kuliah dengan realitas. Dengan mengaplikasikan materi kuliah dalam bentuk paper, aku sudah belajar dua kali. Selain mengulang kembali dan menganalisa pemikiran para filsuf, aku juga mengaitkannya dengan realitas. Dengan demikian , materi-materi kuliah bisa tersimpan di dalam otak jangka panjangku lebih lama daripada hanya mempelajari dan mengingat konsep-konsep tanpa dikaitkan dengan realitas.
Dengan mengerjakan paper, aku berlatih untuk mensistematisasi logika berpikirku. Apa yang aku pelajari di kuliah logika bisa kuterapkan dalam proses pengerjaan paper.  Tidak hanya mata kuliah logika saja yang dapat ku terapkan, tetapi juga mata kuliah Metodologi Penelitian Filsafat. Logika mempunyai peran yang cukup penting untuk menyusun dan menganalisa suatu argumen. “Suatu argumen mempunyai posisi yang penting dalam filsafat, karena argumen-argumen inilah yang menjadi lahan bisnis atau sumber penghasilan seorang filsuf. Yang dijual oleh seorang filsuf adalah argumen-argumennya,”  begitu pendapat pak Reza Wattimena sewaktu PPK dulu.
Dengan mengerjakan paper, aku belajar untuk menghargai orang lain, secara khusus pemikirannya. Aku menghargai orang lain dengan menuliskan sumber kutipan pada catatan kaki dan daftar pustaka. Aku bertindak demikian bukan semata-mata karena suatu kewajiban, suatu tindakan taat hukum, melainkan karena aku menghargai jerih payah seseorang dalam menghasilkan argumen. Untuk menghasilkan argumen yang menjadi pengetahuan, ada orang yang tidak hanya dengan berpikir, tetapi juga dengan riset dan penelitian yang menguras tenaga, materi, dan waktu yang tidak sedikit. Pengetahuan yang dihasilkannya, dituliskan dalam bentuk informasi ataupun argumentasi. Betapa besar pengorbanan seseorang demi menghasilkan argumentasi. Jika argumen yang mempunyai latar belakang sedemikian besar pengorbanannya ini kujiplak atau kutuliskan begitu saja dalam tulisanku, tanpa menuliskan sumbernya, maka aku adalah orang jahat dan egois, malahan  aku bisa dipenjara. Maka dari itu tidak mengherankan bila hukum pun melindungi orisinalitas pemikiran seseorang.
Dalam proses pembuatan paper, aku terkagum-kagum kepada para filsuf yang sejak ribuan tahun yang lalu, sudah memikirkan segala sesuatu secara mendalam. Selain itu, pemikiran mereka pun tidak hilang dimakan waktu dan tetap relevan bila dikaitkan dengan realitas zaman ini.
Bila dikaitkan dengan kehidupan pastoral, ada beberapa hal yang dapat kurefleksikan sama dengan pembuatan paper. Dengan proses yang sama dengan membuat paper, sabda-sabda Tuhan bisa didaratkan dan diaktualisasikan dalam realitas zaman ini, apapun, dimanapun, dan kapanpun kita berada. Aku juga kagum dengan sabda-sabda Tuhan yang telah disabdakan ribuan tahun yang lalu lewat para nabi-Nya, tidak lekang dimakan waktu. Sabda-sabda-Nya masih relevan dengan realitas zaman ini. Hebatnya lagi, masih menuntun dan mencerahkan banyak orang, hingga sekarang.
Ternyata tugas paper yang kukerjakan selama ini tidak hanya menjadi tugas dan tanggung jawab yang membebani, tetapi juga bisa menjadi proses belajar yang mempunyai kaya akan makna didalamnya.
     

Refleksi Studi Bulan September 2012



Refleksi Studi Bulan September 2012
Oleh : Fr. Bonaventura Mario ( Filosofan 1)

         A
ku merasa beruntung bisa belajar filasafat di Seminari ini. Keberuntungan ini bukan saja karena aku tidak membayar uang kuliah dan uang asrama, tetapi beruntung karena aku memperoleh ilmu yang akan membuat diriku lebih bijaksana. Kebijaksanaan itu sangat penting bagiku, terutama bila disangkutkan dengan panggilanku menuju imamat. Untuk menjadi seorang gembala, haruslah bijaksana, apalagi jika melakukan karya penggembalaan di dunia yang semakin kompleks permasalahannya ini. Banyak umat yang menantikan homili dan arahan-arahan yang menjawabi permasalahan di dunia ini, terlebih lagi permasalahan yang kontekstual dalam kehidupan mereka. Namun yang terpenting dari itu semua, adalah mengarahkan mereka kepada Tuhan.  Untuk menjawabi kebutuhan akan kebijaksanaan yang sedemikian besar inilah aku merelakan diriku untuk belajar filsafat.
        Ada 8 mata kuliah yang kupelajari di semester 1 ini. Sebagian mata kuliah mengarahkanku untuk berpola pikir yang logis, sistematis, dan analitis, misalnya saja logika, metodologi penelitian filsafat, epistemologi, dan pengantar filsafat. Sedangkan sebagian mata kuliah yang lainnya, mengarahkanku untuk mencari sebab-sebab dan hakikat yang terdalam dari realitas kehidupan ini, misalnya saja metafisika, filsafat agama, seminar Plato, dan sejarah filsafat Yunani kuno.
Untuk mata kuliah metafisika, aku merasa kering dan hampir tidak mempedulikan mata kuliah itu. Bila dibandingkan dengan universitas yang lain, metafisika diletakkan di akhir-akhir perkuliahan, namun disini malah diletakkan di awal perkuliahan. Sempat muncul rasa protes di dalam diri karena aku merasa kesulitan, namun Tuhan menjawab hal ini lewat teman-teman dan kakak tingkat yang membagikan hasil permenungannya setelah mempelajarinya. Metafisika itu diletakkan di awal perkuliahan karena merupakan dasar untuk memahami pemikiran filsuf-filsuf metafisik yang akan di ajarkan di semester selanjutnya. Setelah memperoleh penjelasan itu, aku justru merasa beruntung karena dipersiapkan mulai awal, sehingga nantinya tidak kaget ketika menerima kuliah-kuliah yang metafisik.
         Dalam kaitannya dengan kebijaksanaan, metafisika adalah jembatan untuk memahami hal-hal yang hakiki. Hal-hal yang hakiki adalah hal-hal yang terdalam dari realitas yang ada. Di dalam injil, Tuhan Yesus menyuruh Petrus untuk bertolak ketempat yang lebih dalam bila ingin mendapatkan tangkapan yang banyak. Begitu juga dengan kebijaksanaan, orang yang sering bertolak lebih dalam kedalam dirinya sendiri ataupun kedalam hakikat dari realitas yang ada, akan menemukan kebijaksanaan yang tak terduga dalamnya. Kesadaran yang baru ini membuatku bersemangat dalam belajar filsafat.
Duc in altum       

refleksi pastoral kemasyarakatan



Refleksi Pastoral
Oleh : Fr. Bonaventura Mario, Pr

Aku berpastoral kemasyarakatan selama 9 bulan di toko buku murah ‘Marina’ di jl, Semarang Surabaya. Meskipun waktu pastoralku hanya satu bulan sekali, aku mensyukuri pengalaman yang tak terlupakan ini. Karena selain berkesan, pengalaman pastoralku ini juga mempunyai makna bagiku, yaitu sebagai bekalku dalam menjalani panggilan sebagai seorang calon imam.
Secara umum, yang aku lakukan saat berpastoral adalah membantu melayani pembeli, mereparasi buku-buku yang sudah rusak, menjahit isinya buku bajakan, memilah-milah buku yang dibeli, dan ngobrol dengan karyawan dan pembeli. Dari sekian banyak kegiatan yang kulakukan, kegiatan yang paling berkesan  bagiku adalah ngobrol dengan karyawan dan pembeli, karena dari obrolan inilah aku memperoleh informasi, pengetahuan, dan kisah-kisah yang bermakna bagiku. Selain itu, dengan ngobrol aku juga bisa mempraktekkan dan memperdalam pengetahuan filsafatku, terlebih lagi yang berkaitan dengan sosiologi dan politik.
Dari obrolanku dengan pemilik toko dan karyawan, ada beberapa kisah yang dapat kurefleksikan. Kisah yang pertama adalah kisah penggusuran PKL jl. Semarang. Mereka menceritakan bagaimana para petugas Satpol PP menggusur kios-kios PKL dengan tidak berperikemanusiaan. Dari situ aku melihat keinginan mereka untuk bertahan hidup, mempertahankan mata pencahariaan mereka demi mencari sesuap nasi dan sepiring kebahagiaan. Ketika memperjuangkan nasibnya, mereka tidak sendirian, namun ada campur tangan Rm. Ghani, CM yang mendampingi dan menguatkan mereka. Pribadi Rm. Ghani begitu mereka hargai dan mereka junjung tinggi karena kepedulian dan pengorabannya yang tidak setengah-setengah. Pernah suatu kali beliau ditangkap polisi dan menginap beberapa hari di penjara, demi memperjuangkan nasib mereka.
Kisah yang kedua adalah kisah perjuangan hidup salah seorang karyawan yang dulunya adalah anak jalanan yang mengalami perbaikan nasib ketika dididik dan dibina oleh PRD. Karyawan ini disekolahkan hingga SMA dan diberi tempat tinggal, kemudian diberi pendidikan mengenai ketiga prinsip filosofi mereka, yaitu sosialisme, materialisme, dan politik.        Darinya, aku memperoleh kesadaran baru yaitu pendidikan mengubah masa depan. Anak-anak jalanan yang dipandang sebelah mata, bila dididik dan dibina, bisa menjadi orang yang mempunyai soft skill dan hard skill yang menjadi bekal dalam menjalani hidupnya. Mereka tidak hanya berfilsafat, berbicara mengenai hal-hal yang  ideal, tetapi juga yang membantu orang-orang yang terpinggirkan, misalnya anak jalanan, pelacur, pengemis, orang gila, dll.  
Karena aku begitu semangat dan antusias ketika mendengarkan kisahnya, merekapun berjanji kepadaku, suatu saat nanti aku akan diajak ke tempat-tempat dimana mereka membina para membantu dan membina para pelacur, anak jalanan, gelandangan, dan pengemis. Aku menyambut tawaran mereka dengan antusias, namun hingga akhir pastoral ini, janji itu belum pernah terealisasi. Hal ini terjadi karena ada 2 faktor, yang pertama, mereka lupa akan janjinya dan juga belum ada waktu yang pas untuk itu. Faktor yang kedua adalah penyadaran dari Rm. Edi selaku rektor STPD yang mengingatkanku di akhir semester I. Beliau menyarankan aku agar tidak larut dalam gerakan-gerakan praktis seperti itu, tetapi tetap menjadi calon imam yang ketika menjadi imam kelak, memberikan motivasi, inspirasi, pencerahan, dan peneguhan atas gerakan mereka.
Dari berbagai hal diatas, ada beberapa nilai yang aku dapatkan, diantaranya kekeluargaan, kepedulian, pelayanan, dan pengorbanan. Aku memperoleh nilai kekeluargaan ini dari rasa percaya yang mereka berikan kepadaku. Mereka mempercayaiku ketika berbagi cerita atas pengalaman-pengalaman pribadi mereka, bahkan sampai pada hal yang privasi sekalipun. Selain itu, mereka juga mempercayaiku dalam hal penyimpanan uang. Aku dipersilakan memasukkan sendiri uang hasil penjualan dan dan mengambil sendiri uang kembalian. Mereka sudah mempercayaiku dan tidak merasa khawatir sedikitpun akan kemungkinan adanya pencurian. Menurutku, rasa percaya kepada orang lain adalah dasar yang fundamental untuk berkomunikasi dan menjalin relasi dengan siapapun. Saat ini saja aku sudah dipercaya banyak orang untuk mendengarkan hal-hal yang bersifat privasi, apalagi ketika menjadi menjadi imam kelak. Aku menyimpan semuanya itu dan menjaganya dengan rasa tanggungjawab. Menurutku, ketika kita memberikan rasa percaya kepada orang lain, hal itu akan mengembangkan orang yang kita percayai, dan aku merasakan hal itu.
Nilai yang dapat kupetik selanjutnya adalah kepedulian. Aku memperolehnya ketika mendengarkan kisah gerakan PRD yang membantu orang-orang yang terpinggirkan. Selain itu, kisah pendampingan Rm. Ghani, CM yang heroik juga memunculkan nilai ini. Menurutku, rasa peduli yang diwujudnyatakan dalam perbuatan yang konkret, membawa secercah cahaya harapan bagi orang-orang yang sedang berada di tengah gelapnya permasalahan. Orang-orang yang mempunyai kepedulian ini merupakan perpanjangan tangan Tuhan yang menyayangi umat manusia ciptaan-Nya.
Selanjutnya, aku menyadari adanya nilai pelayanan dan pengorbanan di dalam kegiatan pastoralku ini. Aku memang tidak sehebat Rm. Ghani yang melayani Tuhan Yesus yang hadir didalam orang-orang terpinggirkan itu hingga rela masuk penjara, namun aku mempunyai semangat pelayanan yang tidak kalah besar dengan Rm. Ghani. Aku menyambut pembeli dan melayaninya hingga keperluannya selesai. Ada kebahagiaan tersendiri ketika pembeli yang kulayani itu merasa nyaman dengan pelayananku.
Nilai-nilai yang kutemukan diatas, mempunyai relevansi dengan pembinaanku sebagai calon imam di STPD. Selama ini, nilai kekeluargaan, kepedulian, pelayanan, dan pengorbanan kupraktekkan dalam kehidupan berkomunitas dan kehidupan pastoralku. Aku mewujudnyatakannya melalui hal-hal kecil yang kulakukan dengan setia, misalnya dalam menjalankan tugasku sebagai koordinator koster yang mengkoordinasi dan membantu anggotaku menyiapkan dan membereskan peralatan misa. Di dalam komunitas lantai pun demikian, bila ada teman yang sakit dan tidak bisa makan bersama, aku segera membawakannya makanan dan minuman.
Aku bersyukur atas pengalaman pastoral kemasyarakatan yang telah kujalani selama ini. Semua pengalaman pastoral dan bekal yang kudapatkan ini bagaikan puzzle yang menyusun mozaik indah di dalam bingkai kehidupan panggilanku sebagai seorang calon imam,